Hoaks Covid-19, Seputar Revisi UU ITE, Hingga Aplikasi Privyd


Posted by Admin Bidang E-Gov - 10 Mar 2021 09:30

Ditjen Aptika – Isu seputar Hoaks Covid-19 masih mendominasi pemberitaan 24 jam terakhir. Isu yang disorot media seputar hoaks tentang vaksin Covid-19 yang dijual ilegal, pakai masker sebabkan kematian, hingga mengenai data orang meninggal.

Media menyorot data Kemkominfo terkait catatan dua ribu hoaks Covid-19 yang sudah beredar sejak awal pandemi, serta pernyataan dari Jubir Kominfo Dedy Permady yang menuturkan bahwa Kemkominfo sudah berupaya menurunkan 719 isu hoaks terkait COVID-19.

Menurut Dedy, jumlah berita hoaks itu terbilang banyak, pihaknya kini telah bekerja untuk menurunkan jumlah isu tak benar terkait vaksin Covid-19. Dalam catatan Kominfo, terdapat 609 sebaran hoaks di Facebook, 45 hoaks di Twitter, 41 hoaks di YouTube, dan 15 hoaks di TikTok.

“Kalau soal isu atau hoaks tentang vaksin sendiri per pagi hari saja sudah menyentuh di angka 609 isu terkait vaksin Covid-19,” ujar Staf Khusus Menteri Kominfo Dedy Permadi dalam webinar Vaksin untuk Negeri, Selasa (09/03/2021).

“Semuanya telah kita tindaklanjuti, bahkan dari total 2.686 hoaks itu, 2.348 sudah dilakukan takedown pada akun yang terbukti melakukan hal itu. Sementara yang lainnya sedang dalam proses,” terangnya.

Dalam upaya memberantas isu hoaks, Kemkominfo jug melibatkan multistakeholders dari sisi hulu, tengah hingga hilir. Menurutnya, di level hulu, Kemkominfo bekerjasama dengan berbagai pihak untuk memberi edukasi dan literasi digital. Sementara pada level tengah ada penanganan konten seperti pemblokiran. Sedangkan di level hilir, ada penegakan oleh aparat penegak hukum Polri.

“Sampai saat ini sudah ada 49 tersangka terkait dengan penyebaran isu hoax tentang Covid-19 yang di dalamnya terkait hoaks vaksin juga,” tutup Dedy.

Revisi UU ITE

Isu terkait revisi UU ITE juga masih mendominasi pemberitaan 24 jam terakhir. Topik yang diangkat seputar Tim Kajian UU ITE yang mengundang aktivis serta praktisi media sosial untuk dimintai masukan hingga pembentukan Virtual Police di Surakarta.

Berdasarkan keterangan Ketua Tim Kajian UU ITE, tim masih terus meminta masukan dari aktivis serta praktisi media sosial agar polemik yang terdapat dalam beberapa pasal UU ITE dapat semakin jelas terlihat. Tim Kajian UU ITE akan terus mengundang beberapa tokoh untuk dimintai keterangan selama dua bulan, dan direncanakan akan menyerahkan seluruh laporan pada 22 Mei 2021.

Media juga mengutip pernyataan Pakar Hukum dari Universitas Borobudur yang menyebutkan bahwa hanya korban pencemaran nama baik atau pihak yang dirugikan yang dapat melaporkan pelanggaran UU ITE, hal ini dikarenakan tindak pidana ini merupakan delik aduan.

Media juga turut memberitakan pembentukan Virtual Police di Surakarta. Hal ini merupakan bentuk tindak lanjut dari Surat Edaran yang dikeluarkan Kapolri, Februari lalu. Menurut Kapolres Surakarta, tim Virtual Police akan mengedepankan edukasi dalam menangani perkara yang berkaitan dengan UU ITE, sehingga tidak ada lagi yang merasa dikriminalisasi oleh pihak kepolisian.

Kemkominfo Beri Kesempatan Aplikasi Privyd Beroprasi

Isu mengenai PrivyID, Aplikasi Tanda Tangan Elektronik buatan putra-putri bangsa Indonesia saat ini resmi menyandang status PSrE Berinduk dari Kominfo untuk menerbitkan sertifikat elektronik dengan tingkat verifikasi tertinggi, yakni Level 4.

PrivyID merupakan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) pertama yang mendapatkan pengakuan dari Menteri Kominfo dengan status berinduk ke Root Certificate Authority (CA) Republik Indonesia. Sehingga setiap dokumen elektronik yang ditandatangani menggunakan PrivyID memiliki kekuatan pembuktian yang tertinggi.

Marshall Pribadi, CEO PrivyID, mengatakan bahwa dengan status berinduk akan menambah kepercayaan publik terhadap layanan tanda tangan digital PrivyID, sehingga masyarakat tidak perlu takut menggantikan tanda tangan basah dengan PrivyID. Ia juga berterima kasih kepada pemerintah yang telah mendukung berkembangnya industri tanda tangan dan identitas digital di Indonesia.

“Saya memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada pemerintah yang selalu memberikan dukungan kepada PrivyID khususnya Kemkominfo yang memberikan pengakuan kepada PrivyID sebagai PSrE tersertifikasi pertama,” ucap Marshall, dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (9/3/2021).

Sejak didirikan pada tahun 2016, PrivyID kini telah dipercaya oleh lebih dari 13 juta pengguna dan 700 perusahaan di Indonesia. Di era mobile first ini, aplikasi mobile PrivyID yang tersedia di Android dan iOS sudah diunduh lebih dari 450 ribu kali dengan rating pengguna sangat baik.

Sertifikat Elektronik berinduk dengan verifikasi Level 4 (tertinggi) yang mengharuskan verifikasi identitas dan biometrik pemegang sertifikat ke basis data kependudukan Ditjen Dukcapik Kemendagri memastikan tanda tangan elektronikdapat digunakan untuk segala jenis Dokumen, termasuk pembukaan rekening bank, aplikasi kartu kredit, penandatanganan surat kuasa, dan kontrak pembiayaan. tutup Marshall. (lry)


751 Views

Berita Lainnya